ada yg tak bisa ku cerna
dan ku ungkap dgn kata
walau aku cuma titik kecil
dari keseluruhan bagian itu
andai titik itupun tak ada
takkan cacat keutuhan bagian itu
tapi buatku menjadi sbuah titik
adalah sebuah kebahagian terbaik dlm hidupku
Kau pengabadian inspirasiku, tepat di sudut hatiku. Aku tinggal menuliskan rasa yang tak habis-habisnya mendera. Sungguhpun begitu masih jauh kata-kata ini sempurna terhadap kebenaran rasa. Karena ia terus tumbuh dan tumbuh!!
ada yg tak bisa ku cerna
dan ku ungkap dgn kata
walau aku cuma titik kecil
dari keseluruhan bagian itu
andai titik itupun tak ada
takkan cacat keutuhan bagian itu
tapi buatku menjadi sbuah titik
adalah sebuah kebahagian terbaik dlm hidupku
saya tak biasa memuji
walau dlm hati saya menyanjung stengah mampus
bgitu jg saya tak bisa memaki
walau dlm hati saya ingin sekali membuat mampus
Suatu hari nanti saat aku telah punya keberanian untuk menatap lekat tajam matamu, aku ingin kau menjelaskan alasan mengapa tak pernah ingin memberiku kesempatan bersisian denganmu lebih lama dari kesempatan yang pernah kau berikan. Namun, lepas dari semua alasan yang mungkin tak pernah ingin kau uraikan, aku telah cukup lama mengerti. Cinta adalah masalah hati, takkan serta merta dapat tumbuh pada aku yang memang tak kau ingini. Aku telah cukup mengerti, kenangan yang bertahun-tahun kubiarkan lekat di hati akan terus kubiarkan sampai batas tak bertepi, karena ....
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan dengan syarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada...
Kucari jawaban akan kenangan masa lalu di langit biru yang jernih tanpa awan yang berarak ditiup angin. Dan ternyata bayu telah turun ke muka bumi, menyapu dedaunan, ilalang dan semak berduri.Aku melangkah di jalan setapak ini berharap gerimis turun ataupun embun jatuh di wajahku, pagi ini.
Adakah bebatuan, tebing dan sungai ini masih menyimpan kenangan akan kita, sobat. Apakah engkau akan melupakan jernihnya keceriaan masa kecil kita. Adalah pematang sawah hamparan padi menguning, pepohonan dan batang-batang ilalang menyembunyikan langkah kita yang berlarian.
Jika kau ingat kenangan, sudikah kau mencari jawaban dalam hatimu. Bahwa pertemuan ternyata kau jadikan sebuah kerinduan.
Kujemput malam dengan kenangan yang tersisa, kujadikan mimpi saat tidurku terasa hampa. Dan malam yang berlalu adalah kekalahan jiwaku, saat dimana tiada dapat kurengkuh hatimu... hari ini. Aku terus jalani hari-hari bagai terpenjara khayalan, yang terus memunculkan wajahmu yang menari-nari. Di seputar otakku, di segenap ucapku, di sekujur nuraniku. Serasa aku ingin membunuhmu, dari rasa yang membunuhku...
tatkala kicauan burung mulai sayup-sayup terdengar
dan tetesan embun jatuh oleh deru kendaraan
Sinar mentari yang muncul mulai memberi kesibukan
tak ada waktu untuk menikmati permulaan hari ini
semua harus serba berpacu, sebelum sinar ini sirna
Semesta alam yang berencana, mengulirkan waktu ini
pergulatan yang mengalirkan peluh-peluh di sekujur tubuh
perjalanan yang menghadirkan kerasnya perjuangan untuk menggapai sedikit tujuan
Adakah rutinitas ini adalah keinginan kita
kalau hanya untuk mengulang hari kemarin di hari ini
dan menunggu habisnya keberadaan mentari ini
untuk segera beranjak ke pembaringan
Semesta alam yang berencana, menghadirkan senja ini
dan orang-orangpun pulang dengan hasilnya masing-masing
menghitung-hitung, berpikir-pikir dan mereka-reka
apa yang akan mereka perbuat esok
sementara keindahan yang tercipta hari ini, terabaikan
Sungguh, rutinitas manusia yang memuakkan.
dan kitapun dengan bangga berkorban, menyerahkan segala kekayaan hati
yang mereka sebut sebagai pahlawan
Tapi apakah yang telah mereka berikan pada kita?
cuma pahitnya kehidupan dalam jalan-jalan berdebu
yang tiada tersentuh sedikit tanya dalam kepedulian
Kita cuma korban kekejaman penguasa
dan dengan angkuh mereka bertanya,
apa yang telah engkau berikan pada ibu pertiwi?
sementara mereka tidak pernah berhenti menyusu!
Oh, hamparan kasih putih di sekujur nurani
Menyentak debar-debar perputaran pencarian rasa
Begitu dalamnya hingga jiwa tenggelam tak tentu
Entah kenapa setiap terpandang kalbupun melayang
Duhai, mukjizat mata seorang insan manusia
Mengapa terasuk ke relung-relung heningnya hati
Hingga setiap gerak, setiap ucap jadi begitu berarti
Dan serasa ingin memberikan sejuta rasa dalam hadirnya
Tersipu sendiri mengganggap nurani telah tertumpu
Memang kadang ada desir lain di lubuk kalbu
Tatkala jiwa ingin slalu bertemu, kuterbalut rindu
Bayangan keindahan yang senantiasa membayang
Romansa alam percintaan, bisikan kata-kata sayang
Sentuhan yang begitu lembut, duhai insan melayang
Tak pernah bosan walau begitu dekatnya mata memandang
Air Tawar, 24 Mei 01
penuh keanggunan yang kau sinarkan
lewat celah-celah awan yang begitu tenang
sementara bintang-bintang terus mengerjap tiada henti
pada danau yang bening dan memantul
kala riak-riaknya lembut bersentuhan
aku berdiri dan menatap alam ini
tak terasa perjalanan hampir kucapai
kulepas lelah menatap bulan di danau
kuhilang dahaga dengan airnya bertabur bintang
berbaringku menatap langit yang berawan
ada ketenangan yang kurasakan
bersama sirnanya kelelahan dan kesuntukan
sunyi adalah disini
damai adalah disini
kuhirup nafas alam ini dalam-dalam…
tak terasa malampun berlalu
sisa-sisa unggun masih berusaha menghangatkan
walau hanya tinggal bara-bara berasap
aku bangkit dan mulai berjalan lagi
menyongsong fajar di puncak kemerahannya
yang terselip di balik hijaunya bebukitan
setelah kabut-kabut sirna di lembahnya
kutatap jauh ke depan
ada asa-asa memanggil suara hatiku
entah mengapa… selalu
aku merasa ditantang oleh alam
seakan ingin kudipeluknya, dicumbunya, dirayunya
dalam segarnya udara dalam nyamannya hutan
sunyi adalah disini
damai adalah disini
kuhirup nafas alam ini dalam-dalam…
di puncak pendakian mataku menerawang
ke segenap arah, ke segala penjuru
ada rasa kemenangan bersorak di dada
sesaat hilang segala persoalan
sesaat sirna semua kegalauan
yang ada hanya ketenangan… kedamaian
aku ucap cinta padaMu
Aku hirup nafas alamMu dalam-dalam.
Air Tawar,
Air Tawar, 9 Juni 94
tanpa menyisakan sesuatu buatku
sesuatu untuk dikenang,
sesuatu yang berarti,
sesuatu yang bisa kusimpan di hati
semua terasa hampa…
Adakah di esok?
Kampus Limau Manis, 99
entah kenapa saat-saat yang sulit tak mudah pergi
kemarahan yang ada mengalir begitu saja
berbagai persoalan yang datang dan membebani
kadang begitu pelik untuk aku pikirkan
akupun kusut pikiran dan jenuh membayangkan
kadang aku merasa diabaikan,
dengan perasaan yang aku miliki tak dihargai orang lain
menjadikan mereka musuh selain diriku sendiri
terkadang aku ingin memaksakan kehendak
tapi mereka malah menjauh dan mengelak dariku
bilakah pengakuan itu berpihak padaku
kadang aku merasa tak berarti,
bila perasaanku tersudut pada lorong-lorong buntu
yang andai kuraih belum tentu dapat kumiliki
biarkanlah aku mencoba yang terbaik untukku
andai kesempatan itu kau berikan sejak dulu
niscaya keberanganku takkan berapi-api seperti kini
bila semua pikiranku hanya tersimpan dalam benak
tak ada waktu untuk membongkar dan mengutarakannya
bahkan di saat ingin meledak seperti saat sekarang ini
malah bertambah kusut dengan perlakuan tak acuh
andai aku meledak, aku tak ingin semua menjadi iba
karena pada saat itu aku sudah menjadi gila.
Air Tawar, 7 Mei 93
ditemani sunyi
terasa hening mencekam diri
dari balik kabut yang mulai turun
melangkahku mendaki
menapaki jalan berliku
sendiriku di sini
mengarungi kehidupan yang sepi
Kampus Limau Manis, Oktober 99
Air Tawar,
Aku jalani hidup ini
seperti lautan tak bertepi
kadang gelombang
kadang pasang
seperti kapal tak berlabuh
berkelana tak tentu arah
mengembara entah kemana
tanpa awal
tanpa akhir
abadi
Air Tawar,
Air Tawar,
tatkala debar-debar perlahan tak kuat kutahani
lembut terasa merangkul memanggil jiwa
nurani, jiwa yang terdalam melayang tak berdaya
entah… mungkin hanya perasaan sekali dua
namun dekatnya begitu dekat tuk selami batas cinta
aku, kasmaran untuk seorang yang lebih dari hanya wanita
bagai kasih yang bersih dari kemunafikan dunia
cinta yang terlahir bukan sekedar nafsu
kurindu anggunmu melambai harum rambut sebahu
keindahan nyata sebatas siang berlalu
ku dikejar waktu…
cintaku pasti tak setinggi gunung
cinta tak perlu tinggi
cuma perlu kerendahan hati
dan sadar tuk saling memahami
laut mungkin dalam
cintaku pasti tak sedalam laut
cinta tak perlu dalam
cuma perlu kelapangan dada
dan yakin tuk saling menjaga
langit mungkin biru
cintaku pasti tak sebiru langit
cinta tak perlu biru
cuma perlu kebeningan jiwa
dan pasti tuk saling menyangga
Air Tawar, 97
tak sadar perasaan memberontak dalam gejolak
gelombang rasa di jiwa terbenam di antara ragu
buaian kasih akan rasa sayang terasa membelenggu
nyata dan tak dinyana ku telah terbalut dalam rindu
tatkala aku tak lagi bisa tak segera melupa
sekilas bayanganmu terasa dekat menatap wajahku
pelan hanyutku menyertai hari dan malamku
entah kenapa tak bisa lepas dari alam pikiran
menghantui dan membayangi setiap detik yang berlalu
bisikan kata hati menuntun diri penuh ambisi
dan aku tak peduli akan segala yang
biarlah kunikmati yang ada hari ini
mungkin esok
telah membuat jiwa petualanganku memburu sebuah misteri
antara hitam yang pekat terasa tajam menusuk sukma
akupun terhanyut dalam ketenangannya
dan akupun terbakar di keteduhannya, teramat dalam
Diantara keinginan yang masih terkekang oleh kenangan akan masa lalu.
Dan apakah yang akan kucapai di awal pagi ini, semua terpulang lagi pada diriku sendiri.
Aku terkesan hidup serasa menghabiskan waktu diantara banyaknya waktu yang (masih) kudapatkan.
Nyata aku terperangkap oleh jebakan masa lalu yang kuat membelenggu akal dan pikiranku, mental dan perasaanku.
Aku tercipta oleh ego-ego yang membangkitkan amarah dalam pertengkaran menuju suatu kehancuran kepribadian yang bahkan belum terpoles.
Namun bagaimana aku kan turut membaginya bila nyata sejak dahulu memang tidak pernah kudapatkan.
Aku tidak akan menyesali semua yang telah terjadi, aku hanya ingin bisa berubah walau untuk diriku sendiri.
Aku tidak akan pernah menyalahkan walaupun dalam hatiku keperihan itu selalu ada, dan aku percaya rasa kasih sayang itu pasti ada untukku.
Aku cuma ingin bisa menjadi diriku sendiri lagi, walau sulit mengubah telah terpatrinya kepahitan di dalam hatiku.
Akupun tidak pernah untuk tidak menyayangi, mencintai karena walau bagaimanapun aku adalah bagian dari kalian, aku ada karena kalian.
temaram membelah bintang ke ujung
lambat kabut merendah menyelimuti
hangatku besertamu sirna kemarin lalu
kini tubuh dingin sendiri
bulan jatuh sepotong
bayangan flamboyan mengusik pancaran cahya
tenang suara sungai susuri bebatuan
ingatku bersamu lenyap di tiup bayu
kini pikir hampa sendiri
bulan jatuh sepotong
bayangan putih kabut makin memekat
kicau burung kicau kepulangan
kenanganku akanmu terbang melayang
kini hati kosong sendiri
tapi apa daya aku takut ketinggian
kupandangi setiap ada kesempatan
namun leherku terasa pegal-pegal
kubaringkan tubuh mengintipmu
namun itu membuatku tertidur
dan bermimpi…
bahwa pada suatu saat
langitlah yang datang padaku
sehingga membuat aku terjepit dan sesak
antara langit, aku dan bumi
aku begitu sesaknya
hingga kumaki-maki langit yang menghimpitku
kubentak bumi yang mendorongku
dengan penuh amarah
begitu kubangun…
aku telah kehilangan keduanya.
Air Tawar, 20 April 01
Kuakui aku lelah ‘tuk mencoba agar bisa melupakanmu, walau ingatanku padamu adalah kelukaan. Namun tetap saja cinta itu lebih besar menyelimuti segala rasa.
Perasaanku terasa terombang-ambing dalam segala rasa yang muncul secara bersamaan, saat dimana kemarahan terasa memuncak namun kerinduan bergelora, saat luka terasa pedih namun harapan tetap mendidih, saat kebencian melanda hati namun cinta itu bagai gejolak mencari.
Terkuncikah semua pintu. Tertutupkah semua jendela. Bahkan celah-celah sekecil apapun untuk aku mengintip, mencoba mencari tahu dan ingin lebih mengerti tentang semua kegelapan ini yang tercipta karena pudarnya rasa yang ada tentang rasa percaya, kasih dan cinta.
Terkuncikah…
Hilangkah sedikit cerita yang tercipta. Yang adalah kelahiran dari kenangan hari ini. Atau engkau mencoba menyimpan dan enggan membuka mulut saat engkau rasa itu sia-sia dan penuh kecewa. Di mana kita berjalan, tiap hitungan waktu adalah sejarah dan jangan malu belajar dari sejarah.
Hilangkah…
Masihkah noda-noda yang ada meninggalkan bekas yang tak hilang dan terus menghantui sejuta pikiran tatkala mimpi itu kau resapi sendiri, suram dan melelahkan. Mencoba sembunyikan sendiri karena jeritan hati tiada seorangpun yang ‘kan mendengar, namun desahan nafasmu jelas berkata lain… ia terus bercerita.
Masihkah…